I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman karet (Hevea
Brasiliensis) Tanaman karet termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut
dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun havea. Tanaman karet
merupakan tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi. Tanaman karet juga
merupakan tanaman tahunan yang dapat disadap getah karetnya. Penyadapan getah dapat dilakukan pertama kali
pada umur tahun ke-5. Dari getah tanaman
karet (lateks) tersebut bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan
(kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang
merupakan bahan baku industri karet.
Kayu tanaman karet, bila kebun karetnya hendak diremajakan, juga dapat
digunakan untuk bahan bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan
lain-lain (Purwanta dkk., 2008).
Karet merupakan tanaman yang
berasal dari Amerika Latin, khususnya Brasil. Sebelum dipopulerkan sebagai
tanaman budidaya yang dikebunkan secara besar besaran, penduduk asli Amerika
Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah memanfaatkan beberapa jenis tanaman
penghasil getah. Karet masuk ke
Indonesia pada tahun 1864, mula-mula karet ditanam di kebun Raya Bogor sebagai
tanaman koleksi. Dari tanaman koleksi karet selanjutnya dikembangkan
ke beberapa daerah sebagai tanaman
perkebunan komersial (Setiawan dan Andoko, 2005).
Klasifikasi tanaman karet adalah
sebagai berikut:
Devisio :
Spermatophyta
Subdevisio : Angiospermae
Klas :
Dicotyledonae
Ordo :
Euphorbiales
Famili :
Euphorbiaceae
Genus :
Havea
Spesies : Havea brasiliensis
Para petani karet di Indonesia saat
ini masih banyak yang menggunakan bibit karet cabutan, anakan liar, atau hasil
semaian biji dari pohon karet alam yang dibudidayakan sebelumnya. Meskipun
demikian, bibit karet unggul sebenarnya sudah dikenal luas oleh petani. Bibit
karet unggul dihasilkan dengan teknik okulasi antara batang atas dengan batang
bawah yang tumbuh dari biji-biji karet pilihan.
Salah satunya adalah usaha
peneliti yang mendatang bibit karet unggul dari Barcelona Spanyol. Hal tersebut
meningkatkan peluang masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
dari Spanyol ke Indonesia yang bisa terbawa melalui bibit karet yang berupa
kultur jaringan. Untuk mengantisipasi masuknya OPTK melalui bibit
Karet tersebut maka perlu dilakukan Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan (AROPT) terhadap
pemasukan bibit tanaman Karet dari Spanyol.
Metode yang digunakan berdasarkan
pedoman penyusunan AROPT sesuai dengan ISPM No. 2 dan No. 11
Penyusunan AROPT berdasarkan Media
Pembawa merupakan kegiatan Badan Karantina Pertanian untuk dapat menetapkan
pengelolaan terhadap Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang memenuhi syarat sebagai OPTK. Laporan ini merupakan
wujud pertanggungjawaban Surat Penunjukan Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan
Keamanan Pangan Hayati No. S-12182/KR.020/K.3/11/2016, tanggal 30 November 2016 tentang
penunjukan melakukan AROPT, dan tugas dari Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas
I Palembang (terlampir Lembar Konfirmasi).
Diharapkan, laporan ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
penetapan kebijakan yang akan diambil.
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya analisis risiko organisme pengganggu
tumbuhan (AROPT) terhadap pemasukan bibit tanaman Karet dari Spanyol adalah untuk :
1.
Mengidentifikasi OPT yang terbawa bibit
Karet dari Spanyol yang belum terdapat di Indonesia.
2.
Melakukan penilaian untuk menentukan status
suatu OPT yang memenuhi syarat sebagai OPTK yang dimungkinkan terbawa bibit
Karet dari Spanyol.
3.
Menentukan pengelolaan risiko dan membuat
rekomendasi persyaratan pemasukan bibit Karet dari Spanyol ke dalam wilayah
negara Republik Indonesia.
1.3. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3478);
b. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992
tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
c. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010
tentang Hortikultura (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 132,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5170);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 14
tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan
e. Keputusan
Presiden Nomor 2 Tahun 1977 juncto Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1990
tentang Pengesahan International Plant Protection Convention 1951;
f. Keputusan
Presiden Nomor 58 Tahun1992 tentang Pengesahan Plant Protection Agreement for
the South East Asia And Pacific Region;
g. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
52/Permentan/OT.140/10/ 2006, tentang Persyaratan Tambahan Karantina
Tumbuhan;
h. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
09/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Persyaratan dan Tatacara Tindakan Karantina
Tumbuhan Terhadap Pemasukan Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 No 35);
i. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
11/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Persyaratan dan Tatacara Tindakan Karantina
Tumbuhan Terhadap Pengeluaran dan Pemasukan Media Pembawa Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina dari Suatu Area ke Area Lain di dalam Wilayah Negara
Republik Indonesia;
j. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/2/ 2009 tentang
Persyaratan dan Tatacara Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan Kemasan
Kayu ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
k. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
56/Permentan/OT.140/9/ 2010 tentang Pelaksanaan Tindakan Karantina di
Luar Tempat Pemasukan dan Pengeluaran;
l. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93/Permentan/OT.140/12/ 2011 tentang Jenis
Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
m. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
94/Permentan/OT.140/12/ 2011 tentang Tempat-Tempat Pemasukan dan
Pengeluaran Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
n. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
05/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Bibit Hortikultura
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 199);
o. ISPM
Nomor 2 tahun 2007 Framework for Pest Risk Analysis
p. ISPM
Nomor 11 tahun 2004 tentang Pest Risk Analysis for Quarantine Pests, Including
Analysis of Enviromental Risk and Living Modified Organisms)
q. Pedoman AROPT Berdasarkan
Komoditas Revisi IV tahun 2014.
1.4. Pengertian Umum
a. Area bebas OPT adalah suatu area yang tidak terjangkit OPT tertentu
yang didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang layak dan dalam pengendalian secara
resmi oleh pemerintah.
b. Komoditas adalah jenis tumbuhan, hasil tumbuhan, atau bahan lain
yang dipindahkan/diangkut dari suatu tempat ke tempat lain untuk perdagangan
atau tujuan lain.
c. Media pembawa adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda
lain yang dapat membawa organisme pengganggu tumbuhan karantina.
d. Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) adalah suatu organisme yang
dapat merusak, mengganggu kehidupan, menyebabkan kematian tumbuhan.
e. Organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) adalah semua OPT
yang ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di
dalam wilayah negara Republik Indonesia.
f. Penilaian risiko OPT adalah penilaian terhadap peluang masuk dan
menyebarnya OPT serta dampak yang ditimbulkan secara ekonomi.
g. Pengelolaan risiko OPT adalah penentuan pilihan pengelolaan risiko
OPT untuk menghilangkan atau mengurangi peluang masuk, menetap dan menyebarnya
suatu OPT ke suatu area baru.
h. Sertifikat
Kesehatan Tumbuhan adalah surat keterangan yang dibuat oleh pejabat yang
berwenang di negara atau area asal/pengirim/transit yang menyatakan bahwa
tumbuhan atau bagian-bagian tumbuhan yang tercantum di dalamnya, bebas dari
OPT, OPTK golongan I, OPTK golongan II, dan/atau organisme pengganggu tumbuhan
penting (OPTP), serta telah memenuhi persyaratan karantina tumbuhan yang
ditetapkan dan/atau menyatakan keterangan lain yang diperlukan.
i. Tindakan
karantina tumbuhan di negara asal adalah tindakan sertifikasi yang dilaksanakan
di negara asal di bawah pengawasan/supervisi petugas NPPO negara tujuan.
II.
INISIASI
2.1 Alasan Dasar Inisiasi
Inisiasi
merupakan tahap awal dalam rangkaian proses AROPT. Tujuan melakukan inisiasi adalah untuk mengetahui
(mengindentifikasi) jenis dan bentuk media pembawa yang akan diimpor dan
OPT/OPTK yang menjadi perhatian karantina.
Media
pembawa yang akan diimpor adalah bibit tanaman Karet dari Spanyol dalam bentuk
Anakan (Vegetative propagated seed).
Data bibit tanaman Karet,
yang akan dimasukkan ke Indonesia adalah sbb :
a.
Nama
media pembawa : Karet
b.
Nama
Ilmiah : Hevea brasiliensis
c.
Nama Umum : Karet (Rubber)
d. Taksonomi
Devisio :
Spermatophyta
Subdevisio : Angiospermae
Klas :
Dicotyledonae
Ordo :
Euphorbiales
Famili :
Euphorbiaceae
Genus :
Havea
Spesies : Havea brasiliensis
e.
Bentuk
bibit : Anakan (Vegetative propagated
seed)
f.
Varietas/klon/Hibrida
: RRIM 600
g.
Banyak
bibit : 400 Pieces
h.
Negara
tempat asal bibit diproduksi : Spanyol
i.
Tujuan
pemasukan : Penelitian
j.
Tempat
pemasukan : Bandara Soekarno-Hatta
2.2 Penetapan PRA Area
Pemasukan bibit Karet dari Spanyol ke Indonesia, berpotensi membawa
OPT/OPTK yang dapat membahayakan pertanian yang tersebar di seluruh wilayah
kepulauan Republik Indonesia. Rencana pemasukan bibit Karet melalui Bandara
Internasional Soekarno Hatta, Jakarta dan akan digunakan sebagai bahan
penelitian di Balai Penelitian Karet Indonesia di Jl. Raya Palembang-Betung km
29 Palembang.
2.3
Pembuatan Daftar OPT dan Penentuan Kemungkinan OPT Terbawa Media Pembawa
Dari hasil
penelusuran dengan CABI (2007) diperoleh OPT pada bibit Karet yang ada di Spanyol
sebanyak 15 OPT, sedangkan di Indonesia terdapat 51 OPT pada
bibit Karet. Persandingan data
OPT Karet yang ada di Spanyol dan yang ada di Indonesia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 : Daftar OPT yang menyerang bibit Karet yang
ada
di Spanyol dan di Indonesia.
SPANYOL
|
INDONESIA
|
|
FUNGI/OOMYCETES
|
FUNGI/OOMYCETES
|
|
Aspergillus niger (collar rot)
|
Ceratocystis fimbriata (Ceratocystis blight)
|
|
Colletotrichum acutatum (black spot of strawberry)
|
Colletotrichum acutatum (black spot of strawberry)
|
|
Corticium
rolfsii (sclerotium rot)
|
Corticium rolfsii (sclerotium rot)
|
|
Glomerella
cingulata (anthracnose)
|
Corticium salmonicolor (damping off)
|
|
Lasiodiplodia
theobromae (diplodia pod rot of
cocoa)
|
Fusarium oxysporum f.sp. vasinfectum (vascular cotton wilt)
|
|
Phytophthora capsici (stem and fruit rot of
Capsicum)
|
Ganoderma philippii (tea root rot)
|
|
Phytophthora palmivora (coconut budrot)
|
Glomerella cingulata (anthracnose)
|
|
Pseudaulacaspis
pentagona (mulberry scale)
|
Lasiodiplodia theobromae (diplodia pod rot of cocoa)
|
|
Phytophthora palmivora (coconut budrot)
|
||
Marasmiellus scandens (white thread blight)
|
||
Marasmius crinis-equi (horse hair blight)
|
||
Marasmius palmivorus (oil palm bunch rot)
|
||
Nectria rigidiuscula (green point gall)
|
||
Phellinus noxius (brown tea root disease)
|
||
Phytophthora capsici (stem and fruit rot of Capsicum)
|
||
Phytophthora palmivora (coconut budrot)
|
||
Pythium vexans (damping off)
|
||
Rigidoporus microporus (white root disease of rubber)
|
||
Insect
|
Insect
|
|
Agrotis segetum (turnip moth)
|
Agrotis segetum (turnip moth)
|
|
Sinoxylon
conigerum (conifer auger beetle)
|
Coptotermes (termites)
|
|
Tribolium
castaneum (red flour beetle)
|
Coptotermes curvignathus (rubber termite)
|
|
Parasaissetia
nigra (pomegranate scale)
|
Aspidiotus destructor
(coconut scale)
|
|
Batocera rubus (rubber root borer)
|
||
Batocera rufomaculata (mango tree borer)
|
||
Chondracris rosea (citrus locust)
|
||
Euwallacea fornicatus (tea shot-hole borer)
|
||
Hypomeces squamosus (green weevil)
|
||
Lepidiota stigma (sugarcane white grub)
|
||
Leucopholis rorida (white grub)
|
||
Maconellicoccus hirsutus (pink hibiscus mealybug)
|
||
Microtermes (termites)
|
||
Orgyia postica (cocoa tussock moth)
|
||
Parasa lepida (nettle caterpillar)
|
||
Parasaissetia nigra (pomegranate scale)
|
||
Pseudaulacaspis pentagona (mulberry scale)
|
||
Sinoxylon conigerum (conifer auger beetle)
|
||
Spodoptera litura (taro caterpillar)
|
||
Tribolium castaneum (red flour beetle)
|
||
Xyleborus similis
|
||
Xylosandrus compactus (shot-hole borer)
|
||
Xylosandrus crassiusculus
(Asian ambrosia beetle)
|
||
Xylosandrus discolor
|
||
Acarina/Mite
|
Acarina/Mite
|
|
Oligonychus
coffeae (tea red spider
mite)
|
||
Bacteri
|
Bacteri
|
|
Ralstonia
solanacearum (bacterial
wilt of potato)
|
||
Weed
|
Weed
|
|
Mimosa diplotricha (giant sensitive plant)
|
||
Murdannia nudiflora (doveweed)
|
||
Snail
|
Snail
|
|
Lissachatina
fulica (giant African
land snail)
|
||
Vertebrata
|
Vertebrata
|
|
Callosciurus
notatus (plantain
squirrel)
|
||
Nematode
|
Nematode
|
|
Helicotylenchus
dihystera (common spiral nematode)
|
Helicotylenchus dihystera (common spiral nematode)
|
|
Helicotylenchus
multicinctus (banana spiral
nematode)
|
Pratylenchus brachyurus (root-lesion nematode)
|
|
Trichodorus (stubby root nematodes)
|
Trichodorus (stubby root nematodes)
|
2.4 Penyajian Data OPT
Hasil dari data sanding dan penelusuran dengan CABI
(2007) dan Peraturan Menteri Pertanian No.51 Tahun 2015 didapat OPT yang
berpotensi terbawa bibit Karet yang ada di Spanyol dan tidak ada di Indonesia
tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis-jenis OPT hasil inisiasi
OPT
PADA BIBIT KARET YANG ADA DI SPANYOL TIDAK ADA DI INDONESIA
|
||
OPT/OPTK
|
Potensi
Terbawa Bibit karet
|
Proses
Lanjut
|
FUNGI/OOMYCETES
|
||
Aspergillus niger (collar rot)
|
Kosmopolit
|
Tidak
|
Nematode
|
||
Helicotylenchus multicinctus (banana spiral nematode)
|
Tidak ada
Laporan sebagai OPTK A1 ataupun A2 dalam Permentan No. 93 tahun 2011 dan Permentan No. 51 Tahun 2015
|
Tidak
|
2.5 Kesimpulan Inisiasi
Dari Tabel 1 diperoleh pada tanaman Karet (Hevea
Brasiliensis) dari Spanyol tidak/belum ada Laporan OPTK yang berpotensi
berasosiasi dengan bibit Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) yang diimpor
dari Spanyol ke Indonesia, sehingga impor bibit tanaman karet tersebut tidak
beresiko.
III.
PENGELOLAAN RISIKO
3.1 Persyaratan Karantina Tumbuhan
dan Kewajiban Tambahan
Pengelolaan Risiko bertujuan untuk mencegah
OPT/OPTK terbawa bibit Karet yang
diimpor dari Spanyol masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam
upaya pencegahan masuknya OPT/OPTK yang kemungkinan terbawa melalui bibit
Karet, maka diperlukan sistem dan prosedur pengelolaan risiko untuk
meminimalkan risiko apabila OPT/OPTK terbawa masuk melalui importasi media
pembawa OPTK ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dan mengurangi dampak
yang akan diakibatkannya.
Import bibit Karet dari Spanyol tidak
beresiko, karena tidak ditemukan OPT berpotensi terbawa oleh Bibit dan tidak
ditemukanya daftar OPTK tanaman karet di Permentan No 51 tahun 2015 dari
Spanyol.
A.
Persyaratan Karantina Tumbuhan
1.
Dimasukkan
di tempat pemasukan yang telah ditetapkan yaitu di Balai Besar Karantina
Pertanian Soekarno-Hatta
2.
Dilaporkan
dan diserahkan kepada Petugas Karantina di tempat pemasukkan (Balai Besar
Karantina Pertanian Soekarno Hatta) untuk keperluan tindakan karantina
3.
Harus
disertai dengan Phytosanitary certificate (PC) yang menyatakan bahwa bibit bebas
dari OPTK.
B.
Kewajiban Tambahan (Spanyol)
1.
Berasal
dari produsen yang sudah diregistrasi oleh instansi berwenang di Spanyol.
2.
Bibit
harus dikemas menggunakan wadah yang dijamin tidak rusak pada saat pengiriman
3.
bibit
harus bebas dari tanah, bibit gulma atau tanaman lain, kompos dan kotoran
lainnya
4.
bibit
harus dikemas sedemikian rupa sehingga menjamin tidak terjadi infestasi OPT.
C.
Kewajiban Tambahan (Indonesia)
Harus dilengkapi dengan surat izin pemasukkan (SIP) dari Menteri Pertanian Negara Republik Indonesia
3.2
Kesimpulan Pengelolaan Risiko
Pengelolaan risiko bertujuan untuk
meminimalkan risiko apabila OPT/OPTK terbawa masuk melalui importasi bibit
karet ke dalam wilayah negara Republik
Indonesia dan mengurangi dampak yang
akan diakibatkannya. Import bibit
karet sejumlah 400 batang dari Spanyol
tidak berpotensi membawa OPTK. .
V. KESIMPULAN
1. Hasil Inisiasi terhadap bibit karet dari Spanyol
menunjukan tidak terdapat OPTK yang
berpotensi terbawa oleh bibit karet.
2. Pengelolaan
risiko importasi bibit karet ke dalam
wilayah negara Republik Indonesia sejumlah
400 batang dari Spanyol adalah
tidak beresiko.
IV.
REKOMENDASI
A. Persyaratan
Karantina Tumbuhan
1.
Dimasukkan
di tempat pemasukan yang telah ditetapkan yaitu Balai Besar Karantina Pertanian
Soekarno Hatta
2.
Dilaporkan
dan diserahkan kepada Petugas Karantina di tempat pemasukkan (Balai Besar
Karantina Pertanian Soekarno Hatta) untuk keperluan tindakan karantina
3. Harus disertai dengan Phytosanitary
certificate (PC) yang menyatakan bahwa bibit bebas dari OPT/OPTK target.
B. Kewajiban
Tambahan (Spanyol)
1. Diberi perlakuan
2.
Bibit harus dikemas menggunakan wadah yang dijamin
tidak rusak pada saat pengiriman.
3.
Bibit
harus bebas dari tanah, bibit gulma atau tanaman lain, kompos dan kotoran
lainnya.
4. Bibit harus dikemas sedemikian rupa
sehingga menjamin tidak terjadi reinfestasi OPT.
C. Kewajiban Tambahan (Indonesia)
Harus dilengkapi dengan surat izin pemasukkan (SIP) dari Menteri Pertanian Negara Republik Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2015.
Lampiran Permentan 51/2015tentang
Jenis-jenis OPTK Golongan I dan Golongan II Tanaman Inang, Media Pembawa dan
Daerah Sebarnya (OPTK A1 dan A2)
Anonymous,2014; Pedoman Analisa Resiko Organisme Pengganggu
Tumbuhan Revisi 2014, Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati,
Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian
[CABI] Centre in Agricultural and Biological Institute. 2007. Crop Protection Compendium [cd-rom].
London: CABI Publish.
Setiawan, D.H dan A. Andoko. 2005. Petunjuk
Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Purwanto,
J.H. Kiswanto dan Slameto. 2008. Teknologi Budidaya Karet. Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar